Antiserotonin merupakan obat yang memiliki efek pada tubuh untuk melawan efek serotonin. Serotonin merupakan amin biologik yang terdapat dalam berbagai macam jaringan yang penting dalam fungsi fisiologik (Birowo, 2008).
Serotonin merupakan suatu neurotransmitter. Berasal dari Thrombocyte dan sel enterochromafin (pd mukosa usus), tumor pada sel enterochromafin (carcinoid tumor), menyebabkan produksi serotonin meningkat (hiperserotonin) (Rani, 2009).
Sel-sel serotonin positif terdapat dalam lambung, bagian terkecil dari usus, jejunal, ileal, kolonik, dan appendiceal mucosae. Sel-sel positif terdapat sangat jarang dan biasanya terdapat di dalam menurunkan separuh dari lambung dan mucosae yang berhubungan dengan usus (Jose, 2009).
Antiserotonin adalah obat-obat yang dapat melawan efek serotonin. Serotonin mempunyai banyak macam efek sehingga obat antiserotonin umumnya hanya dapat menghambat sebagian efek serotonin yang banyak tersebut. Jadi, antiser otoin bekerja pada reseptor serotonin pada organ tertentu saja (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI, 2004).
Penggolongan
Berdasarkan struktur kimia dan cara kerjanya , antiserotonin dibagi atas empat golongan,yaitu:
1. Golongan antihistamin, termasuk siproheptadin, etilendiamin, dan fenotiazin.
2. Golongan alkaloid ergot, termasuk metisergid, asam lisergat dietilamid (LSD), dan Bromo LSD.
3. Golongan senyawa indol, termasuk derivat gramin, harmin, triptamin, garam-garam amonium-kuarterner dari N,N-dialkiltriptamin, dan indol asetamidin.
4. Golongan penghambat adrenergik, termasuk fenoksibenzamin dan lain-lain. Penghambat adrenergik dapat menghambat efek stimulasi jantung, vasokonstriksi pembuluh darah, dan kontraksi uterus oleh serotonin (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI, 2004).
Mekanisme kerja
Obat antiserotonin bekerja menghambat secara bersaing (antagonis kompetitif) dengan serotonin untuk menempati reseptor serotonin yang sama. Oleh karena efek serotonin banyak macamnya, terdapat bermacam2 mekanisme kerja antiserotonin, misalnya:
a. LSD, metisergid dan siproheptadin bekerja secara bersaing (antagonis kompetitif) dengan serotonin dan tidak mempunyai efek stimulasi.
b. Triptamin, golongan indol asaetamidin, dan guanidin mempunyai efek yang sama dengan serotonin dosis tinggi, yaitu mula-mula terjadi efek penghambatan, kemudian diikuti efek perangsangan dan menyebabkan desensitisasi pada reseptor serotonin. Misalnya, fenilbiguanid menghambat efek serotonin pada ujung saraf, serta mempunyai efek stimulasi dan menginduksi efek pada saraf yang sama (Biworo, 2008).
Umumnya obat antiserotonin memiliki efek penghambatan yang tidak menetap, kecuali fenoksibenzamin memiliki efek penghambatan yang menetap (Biworo, 2008).
Sediaan
Siproheptadin
Siproheptadin adalah suatu histamin yang mempunyai efek antagonis serotonin. Pada binatang percobaan marmot, siproheptadin dapat melawan efek bronkokonstriksi serotonin. Efek antiserotonin siproheptadin ini hampir sama kuatnya dengan LSD, yaitu dapat menghambat efek serotonin pada otot polos bronkus dan uterus, serta dapat menghambat efek udema oleh serotonin. Efek lain ialah efek depresi SSP ringan, dan juga memiliki efek antikolinergik (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).
Siprohepatadin, selain mempunyai efek utama menghambat reseptor histamin (antihistamin) juga mempunyai efek samping sebagai antiserotonin. Siproheptadin sebenarnya adalah obat alergi, digunakan untuk pilek karena alergi atau gatal-gatal karena alergi. Efek sampingnya, selain merangsang nafsu makan, juga menimbulkan kantuk, lelah, kadang pingsan dan sesak napas, dll (Paisal, 2007).
Salah satu cara terapi untuk alergi adalah terapi desensitasi yaitu terapi yang membuat tubuh semakin kurang sensitif terhadap alergen dengan cara mengeksposnya terhadap alergen dengan dosis yang semakin lama semakin besar sampai penderita kebal terhadap alergen tersebut. Berdasarkan efek stimulasinya terhadap pertumbuhan jaringan normal, dahulu obat ini banyak digunakan untuk pasien yang kurus dan buruk nafsu makannya. Lama kerjanya 4-6 jam, daya antikolinergisnya ringan. Efek sampingnya umum; rasa kantuk biasanya lewat sesudah seminggu. Namun, obat ini sekarang hanya dianjurkan hanya untuk digunakan sebagai antihistaminikum. Dosis: oral 3 dd 4 mg (klorida) (Irawan, 2009).
Ø Indikasi klinis
1. Penyakit alergi karena memiliki efek antihistamin dan efek antiserotonin.
2. Pengobatan dumping syndrome pascagastrektomi dan hipermotilitas usus pada karsinoid, berdasar efek antiserotoninnya (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).
Ø Efek samping
Efek samping yang paling menonjol ialah sedasi. Gejala antikolinergik yang jarang timbul, antara lain mulut kering, anoreksia, mual, dan pusing. Pada dosis tinggi dapat terjadi ataksia. Berat badan dapat bertambah. Hal ini mungkin akibat aktivitas tubuh yang menurun karena mengantuk (efek sedasi). Obat ini juga dikatakan dapat merangsang nafsu makan, terutama pada anak (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).
Pizotifen
Senyawa trisiklik ini memiliki struktur dan sifat yang mirip antihistamin Siproheptadin. Keduanya memiliki daya antihistamin dan antiserotonin berdasarkan blokade reseptor 5HT2 di arteri dan saraf otak. Di samping ini, Pizotifen juga berdaya antikolinergis dan sedatif lemah. Berkat kerja antiserotoninnya yang panjang, Pizotifen banyak digunakan pada terappi interfal migrain sama dengan siproheptadin adakalanya zat ini digunakan untuk menstimulir nafsu makan (Rani, 2009).
Ø Efek samping
Efek samping yang paling sering terjadi adalah rasa letih dan kantuk yang bersifat sementara (sekitar 2 minggu), jarang pusing, mulut kering, mual, dan obstipasi. Berkat daya antiserotoninnya, di samping efek hipoglikemis ringan, nafsu makan dan berat badan dapat meningkat (Tjay & Rahardja, 2007).
Ø Dosis
Dosis permulaan 0,5 mg sebelum tidur berangsur-angsur dinaikkan dalam waktu 5 minggu sampai 3 dd 0,5 mg, atau sekaligus 1,5 mg sebelum tidur guna menghindarkan merasa kantuk pada siang hari. Sebagai stimulan nafsu makan 3 dd 0,5 mg (Tjay & Rahardja, 2007).
Alkaloid Ergot dan Metisergid
Metisergid adalah derivat ergot yang memilikiefek melawan stimulasi otot polos pembuluh darah oleh serotonin (Soemargo, 2005).
Ø Farmakologi
· Alkaloid ergot dan metisergid menghambat efek vasokonstriksi serotonin pada otot polos ekstravaskular pembuluh darah dan digunakan untuk terapi migraine.
· Senyawa ini menginduksi kontraksi otot polos; dalam hal ini ergot mempunyai efek yang lebih besar daripada metisergid.
· Efeknya lemah terhadap system saraf. Efek vasokonstriksi dan efek oksitosik metisergid jauh lebih lemah daripada derivate ergot lain (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI, 2004).
Ø Penggunaan klinis
1. Untuk pencegahan migraine dan sakit kepala vaskular lain, termasuk sindrom Horton
a. Pemakaian obat ini dapat mengurangi frekuensi dan intensitas serangan migraine.
b. Penggunaan profilaksis mengurangi frekuensi dan intensitas serangan sakit kepala.
2. Untuk pengobatan malabsorbsi pada pasien karsinoid dan dumping syndrome pasca gastrektomi (Tjay & Rahardja, 2007).
Ø Efek samping
Yang paling sering ialah gangguan saluran cerna berupa: heartbum, diare, kejang perut, mual, dan muntah. Efek samping lain ialah insomnia, kegelisahan,euphoria, halusinasi, bingung, kelemahan badan, dan nafsu makan hilang. Pada penggunaan lama mungkin timbul suatu kelainan yang agak jarang ditemukan tetapi dapat fatal, nyaitu fibrosis inflamatoar (fibrosis retoperitoneal, pleuropulmoner, koroner, dan endokardial). Biasanya fibrosis ini menghilang bila obat dihentikan, tetapi lesi pada jantung dapat menetap (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).
Ergotamin
Alkaloid ini mirip struktur kimiawinya dengan LSD. Ergotamin menstimulir maupun memblokir reseptor alfa-adrenerg dan serotoninerg. Misalnya, menstimulir reseptor 5HT1, khususnya 5HT1D dan memblokir reseptor alfa (alfa boker) dengan efek vasodilatasi ringan. Sifat ini dikuasai oleh daya vasokonstriksinya yang kuat dari arteri otak dan perifer berdasarkan daya antiserotoninnya. Berkat sifat vasokonstriktif itu, ergotamin banyak digunakan sebagai obat khas terhadap serangan migrain, yang hanya efektif bila digunakan pada fase permulaan. Biasanya obat ini dikombinasi dengan Kofein dan obat anti-mual, terutama Siklizin, terhadap muntah-muntah. Ergotamin juga digunakan pada sakit kepala Cruster. Daya oksitosisnya lebih ringan daripada ergometrin (Soemargo, 2005).
Ø Efek samping
Efek samping obat ini berupa mual, muntah, dan sakit kepala mirip gejala migrain. Bila diminum lebih banyak, gejala bertahan dan terjadilah lingkaran setan. Akibat kumulasi dapat timbul efek toksis, seperti kejang otot kaki, kelumpuhan, vasospasme dengan jari-jari tangan menjadi dingin, akhirnya terjadi gangrena (mati jaringan). Karena sifat-sfat itu, ergotamin tidak boleh diberikan pada pasien jantung dan hipertensi. Wanita hamil tidak boleh diberikan obat ini karena efek toksisnya (Tjay & Rahardja, 2007).
Ø Dosis
Oral atau rektal 3-4 dd 1 mg, maksimal 4 mg per serangan dan 8 mg seminggu. Sebaiknya dikunyah halus sebelum ditelan untuk mempermudah resorpsinya atau diletakkan di bawah lidah (sublingual) (Tjay & Rahardja, 2007).
Ondansteron
Ø Farmakologi
1. Antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi.
2. Mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).
Ondansteron di eliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolism obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukuronida atau sulfat dalam hati (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).
Ø Indikasi
Ondannsteron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan sitostatika. Dosis 0,1-0,2 mg/kg (Irawan, 2009).
Ø Efek samping
Ondansteron biasanya ditoleransi secara baik. Keluhan yang umum ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, flushing, mengantuk, gangguan saluran cerna, dan lain-lain (Irawan, 2009).
Ø Kontraindikasi
Keadaan hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan ondansteron. Obat ini dapat digunakan pada anak-anak. Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan dan ibu masa menyusui karena kemungkinan disekresi dalam ASI. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada insufisiensi ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Biworo, A. 2008. Antiserotonin. http://farmakologi.files.wordpress.com/2008 /05/antiserotonin-2008.ppt [diakses tanggal 23 Desember 2009]
Irawan, H. 2009. Mengenal Obat-obat Anti Alergi. http://heryirawan.blogspot. com/2009_03_01_archive.html [diakses tanggal 23 Desember 2009]
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Penerbit EGC.
Jose, S. 2009. Antiserotonin. http://www.anaspec.com/pdfs/53842.pdf [diakses 23 Desember 2009]
Paisal. 2007. Berat Badan Ideal, Cara Instan yang Tak Sehat. http://www.wartamedika.com/2007/02/berat-badan-ideal-cara-instan-yang-tak.html [diakses tanggal 23 Desember 2009]
Rani. 2009. Antihistamin dan Antiserotonin. http://www.scribd.com/doc/ 4825545/antihistamin-dan-antiserotonin?autodown=ppt [diakses tanggal 23 Desember 2009]
Soemargo. 2005. Migrain. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/04Migraine005. pdf/04Migraine 005.html [diakses tanggal 23 Desember 2009]
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokeran Universitas Sriwijaya. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi 2. Jakarta. Penerbit EGC.
Tjay, T. H. & Rahardja, K. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment