Friday, December 31, 2010

If you want to skip the explanation below, just click here for access to the newest version of HealthLawBlog.Long-winded explanation:It's obviously been a while since I posted to this blog. Between directing an ethics center and maintaining a pretty heavy teaching and consulting load, the blog simply took a back seat to more pressing concerns. Since September 2009, a lot has happened on the

How to meet me in Denver

If you are going to the Denver ASSA meeting next week, and if you would like to meet me for a discussion of the challenges facing economic policy, you might be interested to know that my publisher is arranging a couple of events. Click here to sign up.

I look forward to seeing you!

Happy New Year

http://www.bloomberg.com/news/2010-12-30/to-heal-a-hangover-doctor-says-skip-the-hair-of-the-dog-and-hit-the-gym.html

Wishing everyone a happy, and safe New Year, along with some tips for coping with any overindulgence. Remember, how you feel tomorrow may well be exactly how your doctor feels most days, more on sleep deprivation and your doctor next year.

Amazing new holistic cure for H I V




I found this article on the internet. It claims to have made a medical breakthough in curing the H I V disease using a natural method, bio mag tablets. Read the article and leave your comments please.


THERE is a new and LATEST HOLISTIC MEDICAL BREAKTHROUGH IN COMBATING THE DREADED AND SO-CALLED H.I.V DISEASE!!..this is as a result of the sacrifices put in by biocure tech,to preserve the continuity of human lives..AMAZING AND REAL BIO MAG TABLETS !! which removes H.I.V from the body within 90 days ..this cure works wonders as the virus is ousted or removed by the prevention of virus from attaching itself to tthe CD4(T-CELLS) OF THE BODY!BIO TABS ACTS AS  FUSION INHIBITOR PREVENTING THIS BONDING TO CELLS OF THE BODY,THEREBY RENDERING VIRUS TO BE HALF DEAD AS VIRUS LOSES ITS CYCLE..AND BECOMES USELESS AND IS CONSEQUENTLY EXCRETED FROM THE BODY..AMAZING!!..CAN YOU BELIEVE?A CURE SO POTENT,IT REMOVES VIRUS FROM THE BODY WITHIN 3 MONTHS!!..IT IS SO PRACTICAL,DO NOT BE DECIEVED BY ARV`S WHICH ASSURES THE DEATH OF PATIENT,OR THE PROPAGANDA BY ALLOPHATIC
PRACTITIONERS,@ BIOCURE TECH,..we care about humanity..for more info contact tkross2008@gmail.com OR LOG ON TOwww.bio-cure-info.com

Thursday, December 30, 2010

PATOFISIOLOGI DIARE

PENDAHULUAN

Diare masih merupakan masalah kesehatan tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara yang sudah maju sampai saat ini. Setiap tahun diperkirakan terdapat 4 milyar kasus diare akut . Kematian akibat diare karena infeksi berkisar 3-5 juta jiwa pertahun. Di negara maju seperti Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter. Sementara itu di Indonesia kasus diare akut karena infeksi menduduki peringkat pertama sampai keempat diantara pasien-pasien yang berobat ke rumah sakit. Untuk negara berkembang lainnya di Asia terutama Asia Selatan dan Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika, kejadian diare masih tinggi, walaupun usaha-usaha WHO untuk mengantisipasi hal tersebut sampai saat ini telah menunjukkan perbaikan dari tahun ke tahun.
DEFINISI

Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cair atau setengah cair setengah padat, dengan demikian kandungan air lebih banyak dari biasa. Menurut WHO diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 x sehari.


Atas dasar lamanya terjadi diare dibedakan diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang awitannya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam atau hari, dapat sembuh kembali dalam waktu relatif singkat atau kurang dari 2 minggu. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu.


ETIOLOGI

Berbagai penyebab diare akut dapat dikelompokkan oleh karena infeksi dan non infeksi . Penyebab diare akut oleh karena infeksi saluran cerna oleh virus, bakteri, jamut , parasit.

Sedangkan penyebab non infeksi diantaranya adalah pemakaian obat laksan, efek samping antibiotika, diabetes melitus, psikogen.
Penyebab diare kronik antara lain intoleransi disakarida, divertikulosis, neoplasma saluran cerna, kolitis ulseratif.


PATOFISIOLOGI

Pada dasarnya diare terjadi oleh karena terdapat gangguan transport terhadap air dan elektrolit di saluran cerna. Mekanisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan sebagai berikut :

1.
Diare Osmotik
Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa keadaan :
1.1. Intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap. Situasi ini timbul bila seseorang makan berbagai jenis makanan dalam jumlah yang besar sekaligus.
1.2. Waktu pengosongan lambung yang cepat
Dalam keadaan fisiologis makanan yang masuk ke lambung selalu dalam keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung di campur dengan cairan lambung dan diaduk menjadi bahan isotonis atau hipotonis. Pada pasien yang sudah mengalami gastrektomi atau piroplasti atau gastroenterostomi, makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan timbul sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi usus halus bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus, yang kemudian mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolumik intravaskuler. Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal.
1.3. Defisiensi enzim
Contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi monosakarida glukosa dan galaktosa. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel epitel usus halus sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu lahir sampai umur masa anak-anak kemudian menurun sejalan dengan usia. Pada orang Eropa dan Amerika, produksi enzim laktase tetap bertahan sampai usia tua, sedang pada orang Asia, Yahudi dan Indian, produksi enzim laktase cepat menurun. Hal ini dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia tidak tahan susu, sebaliknya orang Eropa senang minum susu.
1.4. Laksan osmotik
Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke lumen. Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggris). Beberapa karakteristik klinis diare osmotik ini adalah sebagai berikut:
- Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena natrium diserap secara aktif. Kadar natrium dalam darah cenderung tinggi, karena itu bila didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus diperhatikan keadaan hipernatremia tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %.
- Nilai pH feses menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh bakteri.
- Diare berhenti bila pasien puasa. Efek berlebihan suatu laksan (intoksikasi laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27 jam dan hanya diberikan cairan intravena.

2.
Diare sekretorik
Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu diare sekretorik aktif dan pasif.
Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan aliran (absorpsi) dari lumen usus ke dalam plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Sperti diketahui dinding usus selain mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai pembawa enzim. Jadi dalam keadaan fisiologi terdapat keseimbangan dimana aliran absorpsi selalu lebih banyak dari pada aliran sekresi.
Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan karena terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan.

3.
Diare akibat gangguan absorpsi elektrolit
Diare jenis ini terdapat pada penyakit celiac (gluten enteropathy) dan pada penyakit sprue tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena adanya kerusakan di atas vili mukosa usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air.

4.
Diare akibat hipermotilitas (hiperperistaltik)
Diare ini sering terjadi pada sindrom kolon iritabel (iritatif) yang asalnya psikogen dan hipertiroidisme. Sindrom karsinoid sebagian juga disebabkan oleh hiperperistaltik.

5.
Diare eksudatif
Pada penyakit kolitif ulserosa, penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis, kampilobacter, yersinia dan infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan serta mukus.

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Tanda dan gejala diare selain berupa buang air besar cair juga dapat disertai dengan muntah, demam, nyeri perut sampai kram. Jika penyakit diare berlangsung sampai lama tanpa penanggulangan yang akurat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang menyebabkan renjatan hipovolumik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.

Oleh karena kehilangan cairan maka penderita merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah / mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit berkurang, suara serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernafasan cepat (pernafasan kussmaul), gangguan kardiovaskuler berupa nadi cepat, tekanan darah menurun, pucat, akral dingin kadang sianosis, aritmia jantung, anuria sampai gagal ginjal .

Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk mengetahui etiologi maupun komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan feses lengkap dan kultur tinja diperlukan untuk mengetahui penyebab diare. Disamping laboratorium juga diperlukan pemeriksaan radiologi atau endoskopi untuk mengetahui penyebab diare lain seperti keganasan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Park SI, Giannella RA. Approach to the adult patient with acute diarrhea. In Gastroenterology Clinics of North America. XXII (3). Philadelphia. WB Saunders.1993 : 483-97.

2. Daldiyono. Diare. Dalam : Sulaiman A, Daldyono. Akbar N (ed). Gastroenterologi Hepatologi. Infomedika Jakarta. 1990: 21-33.

3.Hendarwanto. Diare akut karena infeksi. Dalam : Suyono S, Waspaji S (ed) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam I. Balai Penerbit FKUI.Jakarta.1996:451-7.

4. Nelwan RHH. Penatalaksanaan diare dewasa di milenium baru. Prosiding simposium Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Balai Penerbit FKUI.Jakarta.2001:49-55.

5. Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and Constipation. In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL (eds) Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Mc Graw-Hill. New York 2005 : 224-32.

6.Hasler WL, Owyang C. Approch to the patient with gastrointestinal disease . In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL (eds) Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Mc Graw-Hill. New York 2005 : 1725-9.

DIURETIKA

Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lain yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini seperti zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar volume darah (dekstran) atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air, alkohol) (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

Diuretika meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga volume darah dan tekanan darah menurun. Di samping itu, diperkirakan berpengaru langsung terhadap dinding pembuluh, yakni penurunan kadar Na membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin, hingga daya tahannya berkurang. Efek hipnotitensifnyya relatif ringan dan tidak meningkat dengan memperbesar dosis (sebagaimana halnya dengan reserpin) (Tjay & Rahardja, 2007).

Fungsi Ginjal

1. Memelihara kemurnian darah (mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah)

2. Meregulasi kadar garam dan cairan tubuh (pengaturan homeostatis; keseimbangan dinamis antara cairan intra dan ekstrasel serta volume total dan susunan cairan ekstrasel) (Timmo, 2009).

Proses Diuresis

Dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler), yang terletak di bagian luar ginjal (cortex), yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam-garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari penyaringan dan berisi banyak air serta elektrolit akan ditampung dalam wadah (kapsul Bowman) dan disalurkan ke pipa kecil. Disini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh (glukosa, ion-Na+ dll). Zat ini dikembalikan ke darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sedang ”ampas” yang tersisa dirombak melalui metabolisme protein (ureum) untuk sebagian diserap kembali. Akhirnnya, filtrat dari semua tubuli ditampung di ductus colligens (penampung) yang disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin Timmo, 2009).

Ultrafiltrat yang dihasilkan perhari sekitar 180 liter (dewasa) yang dipekatkan sampai hanya tersisa lebih kurang 1 liter air kemih. Sisanya, lebih dari 99% direabsorpsi dan dikembalikan pada darah. Dengan demikian, suatu obat yang cuma sedikit mengurangi reabsorpsi tubulerm misalnya dengan 1%, mampu melipatgandakan volume kemih (menjadi ca 2,6 liter) (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

Mekanisme Kerja Diuretika

Kelompok Obat


Mekanisme

Inhibitor Karboanhidratase


Blokade karboanhidratase

Diuretika jerat Henle jenis Furosemid


Hambatan pada pembawa Na+/K+/2Cl-

Diuretika jerat Henle lainnya


Tidak diketahui dengan jelas

Tiazida


Tidak jelas

Antagonis Aldosteron


Hambatan kompetitif pada interaksi aldosteron-reseptor

Diuretika penyimpanan kalium jenis sikloamidin


Blokade saluran natrium pada membrane lumen, hambatan pada saluran kalium

(Mutschler, 1991).

Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:

1. Tubuli proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secera aktif untuk 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsopsi belangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhap plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi rabsorpsi air dan natrium.

2. Lengkungan Henle. Di bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl- begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+ diperbanyak.

3. Tubuli distal. Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebi cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini dengan mengekskresi Na+ dan retensi K+.

4. Saluran Pengumpul. Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini (Departemen Farmakologi da Terapeutik FK UI, 2007).

Penggolongan diuretika

1. Diuretika Lengkungan. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

2. Derivat Thiazida. Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak bertambah. Contoh obatnya adalah hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide (Tjay & Rahardja, 2007).

3. Diuretika Penghemat Kalium. Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya untuk menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya adalah spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

4. Diuretika Osomosis. Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Conto obatnya adalah Mannitol dan Sorbitol. Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi singkat an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat dirintangi secara osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaukoma. Contoh obat patennya adalah Manitol (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

5. Perintang Karbonanhidrase. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara berselang-seling. Asetozolamid diturunkan dari sulfanilamid. Efek diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+

Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi, bat ‘penyakit ketinggian’. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah Miamox (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

Penggunaan Diuretika

Diuretika digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.

1. Hipertensi

Guna mengurangi darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi) menurun. Derivat thiazida digunakan untuk indikasi ini. Diuretika lengkungan pada jangka panjang ternyata lebih ringan efek antihipertensifnya. Mekanisme kerjanya berdasarkan penurunan daya-tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan untuk efek antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretis. Thiazida memperkuat efek obat-obat hipertensi beta blocker dan ACE inhibitor, sehingga sering dikombinasikan dengannya (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

2. Gagal jantung (decompensatio cordis)

Cirinya adalah peredaran tak sempurna dan terdapat cairan berlebihan di jaringan, sehingga air tertimbun dan terjadi udema, misalnnya pada paru-paru. Begitu pula pada sindro nefrotis yang bercirikan udema tersebar akibat proteinuria hebat karena permeabilitas dipertinggi dari membran glomeruli. Pada busung perut dengan air tertumpuk di rongga perut akibat cirrosis hati. Untuk indikasi ini terutama digunakan diuretika lengkungan, dalam keadaan parah akut secara intravena. Thiazida dapat memperbaiki efeknya pada pasien dengan insufiensi ginjal. Thiazid juga digunakan dalam situasi di mana diuresis pesat bisa mengakibatkan kesulitan, seperti pada hipermetrofi prostat (Tjay & Rahardja, 2007).

Efek Samping

1. Hipokaliemia, yaitu kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika dengan tempat kerja di bagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K+ dan H+ karena ditukarkan dengan ion Na+. Akibatnya adalah kadar kalum plasma dapat turun di bawah 3,5 mml/liter. Keadaan ini terutama terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida atau bumetamida, mungkin bersama thiazida. Gejalanya berupa kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang aritmia jantung. Pasien jantung dengan gangguan ritme atau yang diobati dengan digitalis harus dimonitor dengan seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin (Purwanto, 2008).

2. Hiperurikemia akibat retensi asam urat dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali amirolida. Diduga disebabkan oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai tranpornya di tubuli. Terutama klortalidon memberikan resiko lebih tinggi untuk retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang peka (Purwanto, 2008).

3. Hiperglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi, akibat dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida dan efek antidiabetika oral diperlemah olehnya (Purwanto, 2008).

4. Hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total dan trigliserida. Pengecualian adalah indapamida yang praktis tdk meningkatnya kadar lipid tersebut (Purwanto, 2008).

5. Hiponatriema. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan, kadar Na plasma dapat menurun keras dengan akibat hiponatriema. Gejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus letargi, dan kolaps (Purwanto, 2008).

6. Lain-lain: gangguan lambung-usus, rasa letih, nyeri kepala, pusing, dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetemida dalam dosis tinggi (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

Interaksi

Pada kombinasi diuretika jerat Henle dengan antibiotika aminoglikosida serta sefalotin, terjadi peningkatan nefrotoksisitas. Demikian juga resiko ototoksik akan meningkat jika diuretika jerat Henle diberikan bersama-sama dalam dosis tinggi dan segera setelah penggunaan antibiotika aminoglikosida. Analgetika/antireumatika yang bekerja dengan menghambat biosintesis prostaglandin, menurunkan efek diuretika pada umumnya. Diuretika jerat Henle dan tiazida akan memperkuat kerja glikosida jantung dan relaksansia otot tipe kurare, karena ekskresi kalium akan diperbanyak. Glukokortikoid atau laksansia meninggikan bahaya hipokalemia jika diberikan bersama-sama dengan diuretika jerat Henle atau tiazida (Mutschler, 1991).

Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak dikehendaki, seperti:

· Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.

· Obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak memperlemah efek diuretis dan antihipertensif akibat retensi natrium dan airnya.

· Kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.

· Aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversibel).

· Antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia.

· Litiumklorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi (Timmo, 2009).

.

Kehamilan & Laktasi

Thiazida dan diuretika lengkungan dapat mengakibatkan gangguan elektrolit di janin dan kelainan darah pada neonati. Diuretika hanya dapat digunakan pada fase terakhir kehamilan ataas indikasi ketat dan dengan dosis yang serendah-rendahnya. Spironolakton & amilorida dianggap aman digunakan oleh beberapa negara seperti Swedia. Furosemida, HCT dan Spironolakton mencapai susu ibu dan menghambat laktasi (Timmo, 2009).

Daftar Pustaka

Departemen Farmakologi da Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Bandung: Penerbit ITB.

Purwanto, W. E. Penggunaan Diuretik pada Hipertensi. http://yosefw.wordpress.com/ 2008/01/01/penggunaan-diuretik-pada-hipertensi/ [2 Desember 2009]

Timmo. 2009. Diuretika. http://blogkita.info/medics/diuretika/ [2 Desember 2009]

Tjay, T. H & Rahardja, K. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Computindo.

Antiserotonin

Antiserotonin merupakan obat yang memiliki efek pada tubuh untuk melawan efek serotonin. Serotonin merupakan amin biologik yang terdapat dalam berbagai macam jaringan yang penting dalam fungsi fisiologik (Birowo, 2008).

Serotonin merupakan suatu neurotransmitter. Berasal dari Thrombocyte dan sel enterochromafin (pd mukosa usus), tumor pada sel enterochromafin (carcinoid tumor), menyebabkan produksi serotonin meningkat (hiperserotonin) (Rani, 2009).

Sel-sel serotonin positif terdapat dalam lambung, bagian terkecil dari usus, jejunal, ileal, kolonik, dan appendiceal mucosae. Sel-sel positif terdapat sangat jarang dan biasanya terdapat di dalam menurunkan separuh dari lambung dan mucosae yang berhubungan dengan usus (Jose, 2009).

Antiserotonin adalah obat-obat yang dapat melawan efek serotonin. Serotonin mempunyai banyak macam efek sehingga obat antiserotonin umumnya hanya dapat menghambat sebagian efek serotonin yang banyak tersebut. Jadi, antiser otoin bekerja pada reseptor serotonin pada organ tertentu saja (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI, 2004).

Penggolongan

Berdasarkan struktur kimia dan cara kerjanya , antiserotonin dibagi atas empat golongan,yaitu:

1. Golongan antihistamin, termasuk siproheptadin, etilendiamin, dan fenotiazin.

2. Golongan alkaloid ergot, termasuk metisergid, asam lisergat dietilamid (LSD), dan Bromo LSD.

3. Golongan senyawa indol, termasuk derivat gramin, harmin, triptamin, garam-garam amonium-kuarterner dari N,N-dialkiltriptamin, dan indol asetamidin.

4. Golongan penghambat adrenergik, termasuk fenoksibenzamin dan lain-lain. Penghambat adrenergik dapat menghambat efek stimulasi jantung, vasokonstriksi pembuluh darah, dan kontraksi uterus oleh serotonin (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI, 2004).

Mekanisme kerja

Obat antiserotonin bekerja menghambat secara bersaing (antagonis kompetitif) dengan serotonin untuk menempati reseptor serotonin yang sama. Oleh karena efek serotonin banyak macamnya, terdapat bermacam2 mekanisme kerja antiserotonin, misalnya:

a. LSD, metisergid dan siproheptadin bekerja secara bersaing (antagonis kompetitif) dengan serotonin dan tidak mempunyai efek stimulasi.

b. Triptamin, golongan indol asaetamidin, dan guanidin mempunyai efek yang sama dengan serotonin dosis tinggi, yaitu mula-mula terjadi efek penghambatan, kemudian diikuti efek perangsangan dan menyebabkan desensitisasi pada reseptor serotonin. Misalnya, fenilbiguanid menghambat efek serotonin pada ujung saraf, serta mempunyai efek stimulasi dan menginduksi efek pada saraf yang sama (Biworo, 2008).

Umumnya obat antiserotonin memiliki efek penghambatan yang tidak menetap, kecuali fenoksibenzamin memiliki efek penghambatan yang menetap (Biworo, 2008).


Sediaan

Siproheptadin

Siproheptadin adalah suatu histamin yang mempunyai efek antagonis serotonin. Pada binatang percobaan marmot, siproheptadin dapat melawan efek bronkokonstriksi serotonin. Efek antiserotonin siproheptadin ini hampir sama kuatnya dengan LSD, yaitu dapat menghambat efek serotonin pada otot polos bronkus dan uterus, serta dapat menghambat efek udema oleh serotonin. Efek lain ialah efek depresi SSP ringan, dan juga memiliki efek antikolinergik (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).

Siprohepatadin, selain mempunyai efek utama menghambat reseptor histamin (antihistamin) juga mempunyai efek samping sebagai antiserotonin. Siproheptadin sebenarnya adalah obat alergi, digunakan untuk pilek karena alergi atau gatal-gatal karena alergi. Efek sampingnya, selain merangsang nafsu makan, juga menimbulkan kantuk, lelah, kadang pingsan dan sesak napas, dll (Paisal, 2007).

Salah satu cara terapi untuk alergi adalah terapi desensitasi yaitu terapi yang membuat tubuh semakin kurang sensitif terhadap alergen dengan cara mengeksposnya terhadap alergen dengan dosis yang semakin lama semakin besar sampai penderita kebal terhadap alergen tersebut. Berdasarkan efek stimulasinya terhadap pertumbuhan jaringan normal, dahulu obat ini banyak digunakan untuk pasien yang kurus dan buruk nafsu makannya. Lama kerjanya 4-6 jam, daya antikolinergisnya ringan. Efek sampingnya umum; rasa kantuk biasanya lewat sesudah seminggu. Namun, obat ini sekarang hanya dianjurkan hanya untuk digunakan sebagai antihistaminikum. Dosis: oral 3 dd 4 mg (klorida) (Irawan, 2009).

Ø Indikasi klinis

1. Penyakit alergi karena memiliki efek antihistamin dan efek antiserotonin.

2. Pengobatan dumping syndrome pascagastrektomi dan hipermotilitas usus pada karsinoid, berdasar efek antiserotoninnya (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).

Ø Efek samping

Efek samping yang paling menonjol ialah sedasi. Gejala antikolinergik yang jarang timbul, antara lain mulut kering, anoreksia, mual, dan pusing. Pada dosis tinggi dapat terjadi ataksia. Berat badan dapat bertambah. Hal ini mungkin akibat aktivitas tubuh yang menurun karena mengantuk (efek sedasi). Obat ini juga dikatakan dapat merangsang nafsu makan, terutama pada anak (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).

Pizotifen

Senyawa trisiklik ini memiliki struktur dan sifat yang mirip antihistamin Siproheptadin. Keduanya memiliki daya antihistamin dan antiserotonin berdasarkan blokade reseptor 5HT2 di arteri dan saraf otak. Di samping ini, Pizotifen juga berdaya antikolinergis dan sedatif lemah. Berkat kerja antiserotoninnya yang panjang, Pizotifen banyak digunakan pada terappi interfal migrain sama dengan siproheptadin adakalanya zat ini digunakan untuk menstimulir nafsu makan (Rani, 2009).

Ø Efek samping

Efek samping yang paling sering terjadi adalah rasa letih dan kantuk yang bersifat sementara (sekitar 2 minggu), jarang pusing, mulut kering, mual, dan obstipasi. Berkat daya antiserotoninnya, di samping efek hipoglikemis ringan, nafsu makan dan berat badan dapat meningkat (Tjay & Rahardja, 2007).

Ø Dosis

Dosis permulaan 0,5 mg sebelum tidur berangsur-angsur dinaikkan dalam waktu 5 minggu sampai 3 dd 0,5 mg, atau sekaligus 1,5 mg sebelum tidur guna menghindarkan merasa kantuk pada siang hari. Sebagai stimulan nafsu makan 3 dd 0,5 mg (Tjay & Rahardja, 2007).

Alkaloid Ergot dan Metisergid

Metisergid adalah derivat ergot yang memilikiefek melawan stimulasi otot polos pembuluh darah oleh serotonin (Soemargo, 2005).

Ø Farmakologi

· Alkaloid ergot dan metisergid menghambat efek vasokonstriksi serotonin pada otot polos ekstravaskular pembuluh darah dan digunakan untuk terapi migraine.

· Senyawa ini menginduksi kontraksi otot polos; dalam hal ini ergot mempunyai efek yang lebih besar daripada metisergid.

· Efeknya lemah terhadap system saraf. Efek vasokonstriksi dan efek oksitosik metisergid jauh lebih lemah daripada derivate ergot lain (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI, 2004).

Ø Penggunaan klinis

1. Untuk pencegahan migraine dan sakit kepala vaskular lain, termasuk sindrom Horton

a. Pemakaian obat ini dapat mengurangi frekuensi dan intensitas serangan migraine.

b. Penggunaan profilaksis mengurangi frekuensi dan intensitas serangan sakit kepala.

2. Untuk pengobatan malabsorbsi pada pasien karsinoid dan dumping syndrome pasca gastrektomi (Tjay & Rahardja, 2007).

Ø Efek samping

Yang paling sering ialah gangguan saluran cerna berupa: heartbum, diare, kejang perut, mual, dan muntah. Efek samping lain ialah insomnia, kegelisahan,euphoria, halusinasi, bingung, kelemahan badan, dan nafsu makan hilang. Pada penggunaan lama mungkin timbul suatu kelainan yang agak jarang ditemukan tetapi dapat fatal, nyaitu fibrosis inflamatoar (fibrosis retoperitoneal, pleuropulmoner, koroner, dan endokardial). Biasanya fibrosis ini menghilang bila obat dihentikan, tetapi lesi pada jantung dapat menetap (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).

Ergotamin

Alkaloid ini mirip struktur kimiawinya dengan LSD. Ergotamin menstimulir maupun memblokir reseptor alfa-adrenerg dan serotoninerg. Misalnya, menstimulir reseptor 5HT1, khususnya 5HT1D dan memblokir reseptor alfa (alfa boker) dengan efek vasodilatasi ringan. Sifat ini dikuasai oleh daya vasokonstriksinya yang kuat dari arteri otak dan perifer berdasarkan daya antiserotoninnya. Berkat sifat vasokonstriktif itu, ergotamin banyak digunakan sebagai obat khas terhadap serangan migrain, yang hanya efektif bila digunakan pada fase permulaan. Biasanya obat ini dikombinasi dengan Kofein dan obat anti-mual, terutama Siklizin, terhadap muntah-muntah. Ergotamin juga digunakan pada sakit kepala Cruster. Daya oksitosisnya lebih ringan daripada ergometrin (Soemargo, 2005).

Ø Efek samping

Efek samping obat ini berupa mual, muntah, dan sakit kepala mirip gejala migrain. Bila diminum lebih banyak, gejala bertahan dan terjadilah lingkaran setan. Akibat kumulasi dapat timbul efek toksis, seperti kejang otot kaki, kelumpuhan, vasospasme dengan jari-jari tangan menjadi dingin, akhirnya terjadi gangrena (mati jaringan). Karena sifat-sfat itu, ergotamin tidak boleh diberikan pada pasien jantung dan hipertensi. Wanita hamil tidak boleh diberikan obat ini karena efek toksisnya (Tjay & Rahardja, 2007).

Ø Dosis

Oral atau rektal 3-4 dd 1 mg, maksimal 4 mg per serangan dan 8 mg seminggu. Sebaiknya dikunyah halus sebelum ditelan untuk mempermudah resorpsinya atau diletakkan di bawah lidah (sublingual) (Tjay & Rahardja, 2007).

Ondansteron

Ø Farmakologi

1. Antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi.

2. Mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).

Ondansteron di eliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolism obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukuronida atau sulfat dalam hati (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).

Ø Indikasi

Ondannsteron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan sitostatika. Dosis 0,1-0,2 mg/kg (Irawan, 2009).

Ø Efek samping

Ondansteron biasanya ditoleransi secara baik. Keluhan yang umum ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, flushing, mengantuk, gangguan saluran cerna, dan lain-lain (Irawan, 2009).

Ø Kontraindikasi

Keadaan hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan ondansteron. Obat ini dapat digunakan pada anak-anak. Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan dan ibu masa menyusui karena kemungkinan disekresi dalam ASI. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada insufisiensi ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman (Departemen Farmakologi FKUI, 2007).


DAFTAR PUSTAKA

Biworo, A. 2008. Antiserotonin. http://farmakologi.files.wordpress.com/2008 /05/antiserotonin-2008.ppt [diakses tanggal 23 Desember 2009]

Irawan, H. 2009. Mengenal Obat-obat Anti Alergi. http://heryirawan.blogspot. com/2009_03_01_archive.html [diakses tanggal 23 Desember 2009]

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Penerbit EGC.

Jose, S. 2009. Antiserotonin. http://www.anaspec.com/pdfs/53842.pdf [diakses 23 Desember 2009]

Paisal. 2007. Berat Badan Ideal, Cara Instan yang Tak Sehat. http://www.wartamedika.com/2007/02/berat-badan-ideal-cara-instan-yang-tak.html [diakses tanggal 23 Desember 2009]

Rani. 2009. Antihistamin dan Antiserotonin. http://www.scribd.com/doc/ 4825545/antihistamin-dan-antiserotonin?autodown=ppt [diakses tanggal 23 Desember 2009]

Soemargo. 2005. Migrain. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/04Migraine005. pdf/04Migraine 005.html [diakses tanggal 23 Desember 2009]

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokeran Universitas Sriwijaya. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi 2. Jakarta. Penerbit EGC.

Tjay, T. H. & Rahardja, K. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Malabsorpsi dan infeksi sebagai penyebab tersering diare kronis pada anak

Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada anak dan bayi di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara 150-430 perseribu penduduk setahunnya dan dengan angka kematian yang masih tinggi terutama pada anak umur 1-4 tahun, sehingga memerlukan penatalaksanaan yang tepat dan memadai1).

Penderita diare kronik merupakan tantangan karena susahnya menilai gejala, sangat bervariasinya tanda-tanda, luasnya diagnosis banding, dan beragamnya uji diagnostik yang tersedia. Evaluasinya memerlukan pengenalan tanda khas diarenya, penentuan diagnosis banding secara individual, pemakaian uji laboratorium yang tepat, dan pada beberapa kasus perlu manajemen empiris untuk mencapai diagnosis yang benar2).

Secara umum penatalaksanaan diare kronik ditujukan untuk mencegah dan mengobati, dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat kerusakan mukosa usus, penyebab diare yang spesifik, gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk memperoleh hasil yang baik pengobatan harus rational.

DEFINISI

Sangat sulit memberikan definisi yang tepat untuk diare kronis, karena pada anak terdapat beragam varisi dari pola buang air besar dan biasanya orang tua selalu memberikan informasi yang subjektif. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15g/kgBB/24jam sudah dikatakan diare, pada umur 3 tahun yang disebut diare adalah jika volume tinja lebih dari 200g/24 jam3). Karena ada perbedaan jumlah, konsistensi, dan volume tinja pada masing-masing tingkatan umur anak, maka para ahli menetapkan bahwa yang dikatakan diare kronis adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dengan konsistensi tinja lebih lembek atau cair dan berlangsung dalam waktu lebih dari 2 minggu2).

Sebagian ahli lain berpendapat bahwa diare kronis merupakan kategori luas kondisi diare dengan etiologi non infeksius yang berlangsung lebih dari 2 minggu, dan ada lagi yang disebut dengan diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan penyebab infeksius4).

ETIOLOGI

1. Malabsorpsi

Pada tahun-tahun akhir, sindrom malabsorbsi telah lebih banyak diselidiki oleh para ahli di bidang gastroenterologi. Umumnya yang dimaksud dengan sindrom malabsorbsi ialah penyakit yang berhubungan dengan gangguan pencernaan (maldigesti) dan atau gangguan penyerapan (malabsorbsi) bahan makanan yang dimakan. Dengan demikian sindrom malabsorbsi dapat berupa gangguan absorbsi (a). Karbohidrat. (b). Lemak. (c). Protein. (d) Vitamin. Pada anak yang sering dijumpai adalah malabsorbsi karbohidrat, khususnya malabsorbsi laktosa (intoleransi laktosa) dan malabsorbsi lemak, walaupun demikian berbagai sindrom malabsorbsi dapat terjadi pada berbagai golongan umur1).

a. Malabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa)

Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50mg laktosa perliter). Maka pada bayi dan balita diare akibat intoleransi laktosa mendapat perhatian khusus karena menjadi penyebab yang cukup sering.

Penyebab

Sebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida (glikogen, amilum, tepung). Setelah masuk ke dalam usus, disakarida akan diabsorbsi dan masuk ke dalam mikrovili usus halus dan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (laktase, sukrase, dan maltase) yang ada di permukaan mikrovili tersebut.

Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan hidrolisis karbohidrat pada membran enterosit meskipun tidak ada cedera mukosa2).

Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus, sehingga proses pemecahan laktosa menjadi glukosa terganggu dan akibatnya terjadi gangguan penyerapan makanan atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare1,5).

Pembagian

Intoleransi laktosa dibedakan menjadi 2, yaitu intoleransi primer yang merupakan kelainan kongenital dan intoleransi sekunder yaitu terjadinya defisiensi enzim laktase akibat kerusakan mukosa usus, mengingat disakarida ditahan di lapisan luar mukosa usus. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya defisiensi laktase adalah penggunaan obat-obatan neomycin dan kanamycin, celliac disease, malnutrisi, giardiasis, defisiensi imunoglobulin, dll1).

Gejala

Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat, penderita menunjukkan gejala klinis yang sama, yaitu diare yang sangat sering, cair, asam (ph dibawah 4,5), meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi dengan rasio tinggi dan berat badan kurang dari persentil ke-5.

Pemeriksaan laboratorium

1. Pengukuran pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 7- 8)

2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet "Clinitest". Normal tidak terdapat gula dalam tinja. (+ = 0,5%, + + = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%).

3. Lactose loading (tolerance) test

Setelah penderita dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgbb. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan laktosa dan setiap 1/2jam kemudian hingga 2 jam lamanya. Pemeriksaan ini dianggap positif (intoleransi laktosa) bila didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg% (Jones, 1968).

4. Barium meal lactose

Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Kemudian dilihat kecepatan pasase larutan tersebut. Hasil dianggap positif bila larutan barium laktosa terlalu cepat dikeluarkan (1 jam) dan berarti pula hanya sedikit yang diabsorbsi.

5. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase dalam mukosa tersebut. Untuk diagnosis klinis biopsi usus penting sekali, karena banyak hal dapat diketahui dari pemeriksaan ini, misalnya gambaran vilus di bawah dissecting microscope. Gambaran histologis mukosa (mikroskop biasa dan elektron), aktifitas enzimatik (kualitatifdan kuantitatif). Biopsi usus ternyata tidak berbahaya dan sangat bermanfaat dalam menyelidiki berbagai keadaan klinis yang disertai malabsorbsi usus.

6. Sugar chromatography dari tinja dan urin.

Diagnosis

Dibuat berdasarkan gejala klinis dan laboratorium seperti di atas.

Pengobatan

Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan Al 110 (0%)

Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia) diberikan susu bebas laktosa5).

Respon klinis terhadap pemberian diet bebas laktosa merupakan suatu alternatif untuk pemeriksaan tinja atau uji diagnostik spesifik. Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan penyembuhan cepat diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa membedakan intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap protein, gastroenteritis akut tidak memicu sensitivitas susu. Cukup beralasan bila susu sapi diganti dengan susu formula susu kedelai jika dicurigai intoleransi laktosa karena formula susu kedelai mengandung tepung rantai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya. Orang tua haru
s dibimbing agar tidak memberikan tambahan cairan bening atau larutan elektrolit encer berlebihan untuk menghindari hiponatremia atau pengurasan kalori pasca infeksi, yang bisa menyebabkan diarenya berkepanjangan. Diare yang menetap walaupun laktosa dalam diet sudah dikurangi memberi kesan diagnosis bukan defisiensi laktosa2).

Prognosis

Pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik, sedangkan pada kelainan yang didapat (sekunder) prognosis baik

b. Malabsorbsi lemak

Di alam, bentuk trigliserida asam lemak umumnya mengandung atom C lebih dari 14, seperti asam palmitat, asam stearat, asam oleat dan asam linoleat. Bentuk ini disebut LCT (Long Chain Triglycerides). Disebut MCT (Medium Chain Tryglycerides) adalah trigliserida dengan atom C6 12 buah. Untuk pengobatan anak dengan malabsorbsi lemak, susu MCT telah banyak digunakan oleh berbagai klinik1).

Dalam keadaan sehat, absorbsi LCT dari usus halus bergantung kepada beberapa faktor. Hidrolisis dari LCT menjadi asam lemak dan gliserida terjadi di usus halus bagian atas dengan pengaruh lipase pankreas dan conjugated bile salts yang ikut membentuk micelles yaitu bentuk lemak yang siap untuk diabsorbsi. Sesudah masuk ke dalam usus kecil tcrjadi reesterifikasi dari asam lemak sehingga kemudian terbentuk kilomikron yang selanjutnya diangkut melalui pembuluh limfe.

Absorbsi MCT berbeda sekali dengan LCT, demikian pula metabolismenya. MCT dapat diabsorbsi dengan baik dan cepat walaupun tidak terdapat lipase pankreas dan conjugated bile salts, apalagi karena tidak melalui pembentukan micelles dan kilomikron. MCT akhirnya akan diangkut langsung melalui vena porta dan selanjutnya dalam hati akan dimetabolisme.

Penyebab

Gangguan absorbsi lemak (LCT) dapat terjadi pada keadaan :

1. Lipase tidak ada atau kurang.

2. Conjugated bile salts tidak ada atau kurang

3. Mukosa usus halus (vili) atrofi atau rusak.

4. Gangguan sistem limfe usus.

Keadan ini akan menyebabkan diare dengan tinja berlemak (steatorea) dan malabsorbsi lemak. Malabsorbsi lemak dapat terjadi pada kelainan sebagai berikut :

1. Penyakit pankreas; fibrosis kistik, insufisiensi lipase pankreas.

2. Penyakit hati; hepatitis neonatal, atresia biliaris, sirosis hepatis.

3. Penyakit usus halus; reseksi usus halus yang ekstensif (pada atresia, volvulus, infark mesenterium), penyakit seliak dan malabsorbsi usus (karena kelainan mukosa usus atau atrofi), enteritis regional, tropical sprue, contaminated small bowel syndrome, abetalipoproteinemia (karena gangguan pembentukan kilomikron), malabsorbsi yang sebabnya tidak diketahui. Mungkin sekali terjadi pada diare berulang dan kronis pada malnutrisi energi protein.

4. Kelainan limfe; limfangiektasis usus, gangguan limfe karena trauma, tuberkulosis, kelainan kongenital.

5. Neonatus kurang bulan

Diagnosis

Steatorea atau bertambahnya lemak dalam tinja merupakan suatu conditio sine qua non untuk diagnosis malabsorbsi lemak.

Prosedur yang paling sederhana ialah pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Tanda-tanda makroskopis tinja yang karakteristik tinja berlemak ialah lembek, tidak berbentuk (nonformed stool), berwarna coklat muda sampai kuning, kelihatan berminyak.

Perhitungan kuantitatif metode Van de Kamer atau tinja yang dikumpulkan 3 hari berturut-turut merupakan pemeriksaan yang paling baik.

Bila ekskresi dalam feses lebih dari 15gram selama 3 hari (5 g/hari) maka hal ini menunjukkan adanya malabsorbsi.

Pengobatan

Pengobatan lebih banyak ditujukan pada latar belakang penyebab terjadinya malabsorbsi lemak ini. Kemudian untuk malabsorbsi lemaknya sendiri diberikan susu MCT.

Preparat MCT di luar negeri banyak dibuat dari minyak kelapa.

1. Dalam bentuk bubuk: Portagen, atau Tryglyde (Mead Johnson). Trifood MCT milk,

2. Dalam bentuk minyak: Mead Johnson MCT oil, Trifood MCT oil.

3. Mentega MCT: margarine union.

2. Infeksi khusus

Patogen usus menyebabakan sakit dengan menginvasi mukosa usus halus, memproduksi enterotoksin, sitotoksin, dan menyebabkan perlengketan mukosa yang disertai kerusakan di membran mikrovili7). Organisme yang menginvasi sel epitel dan lamina propia menimbulkan reaksi radang lokal yang hebat. Pertumbuhan bakteri dalam lumen menghasilkan cukup banyak enzim dan hasil metabolisme untuk menghancurkan enzim glikoprotein pada brushborder2,8).

a. Diare oleh karena Candida (moniliasis)

Penyebab adalah Candida albicans

Gejala klinis

Dapat terjadi bronkitis, infeksi kulit dan sistemis. Gejala tersering ialah diare, oral trush, onikia, paronikia, dermatitis terutama di daerah aksila, di bawah payudara dan pada lipalan intergluteal. Gejala infeksi sistemis jarang, tetapi bila terjadi dapat fatal.

Diagnosis

Ditegakkan dengan menemukan yeast (ragi) dan miselium (pseudohifa)

Pengobatan

1. Nistatin (Mycostatin)

2. Fatty acid-Resin complex, dikemukakan oleh Neuhauser (1954) dengan hasil memuaskan.

3. Amfoterisin B

4. Larutan gentian violet (biasanya untuk pengobatan lokal).

2. Diare oleh karena Vibrio Cholera

Kolera merupakan suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan dan disebabkan oleh bakteri jenis Vibrio cholerae. Ditandai dengan gejala diare dan kadang-kadang disertai muntah, turgor cepat berkurang, timbul asidosis dan tidak jarang disertai renjatan1,6).

Infeksi terjadi akibat masuknya kuman V. cholerae melalui mulut bersama-sama dengan makanan atau minuman. Hal ini disebabkan adanya kontak langsung benda-benda tersebut dengan tinja yang mengandung kuman kolera1).

Masa inkubasi: 8-48 jam.

Penyakit ini umumnya menyerang penduduk di daerah yang miskin dengan keadaan gizi yang kurang baik di samping faktor sanitasi lingkungan yang buruk.

Patogenesis

1. Tertelannya bakteri V. cholerae dan masuk ke dalam usus halus.

2. Multiplikasi kuman tersebut di dalam usus halus.

3. Bakteri mengeluarkan enterotoksin kolera yang akan mempengaruhi sel mukosa usus halus (menstimulasi enzim adenilsiklase). Enzim tersebut mengubah Adenosine Tri Phosphat (ATP) menjadi cyclic Adenosine Mono Phosphate (cAMP) dan dengan meningkatnya cAMP akan terjadi peningkatan sekresi ion Cl ke dalam lumen usus.

4. Sekresi larutan isotonik oleh mukosa usus halus (hipersekresi) sebagai akibat terbentuknya toksin tersebut.

Fungsi absorbsi lainnya dari mukosa usus halus tidak terganggu karena mukosa tetap utuh (absorbsi glukosa dan asam amino tetap baik). Dijumpai juga penurunan aktifitas enzim disakaridase.

Akibat diare dengan atau tanpa muntah yang disebabkan oleh kolera akan terjadi:

1. Gangguan keseimbangan air (dehidrasi) dan elektrolit.

2. Gangguan gizi (penurunan berat badan dalam waktu singkat).

3. Hipoglikemia (terutama pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi)

Gejala klinis

Semua gejala klinis umumnya merupakan akibat kehilangan cairan tubuh dan elektrolit. Tinja tampak seperti air cucian beras atau tajin, kadang-kadang disertai muntah, turgor yang cepat menurun, mata cekung, ubun-ubun besar cekung, pernafasan cepat dan dalam, sianosis, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, bunyi jantung melemah akhirnya timbul renjatan.

Pemeriksaan laboratorium

Kadar hematokrit dan berat jenis plasma akan meningkat, menurunnya kadar bikarbonat di dalam plasma dan pH darah arteri, sedangkan kadar natrium dan kalium dalam plasma mungkin normal atau menurun.

Sebab kema
tian

1. Renjatan hipovolemik

2. Gagal jantung

3. Gagal ginjal akut karena terjadi tubular nekrosis akut sebagai akibat gangguan sirkulasi darah ke ginjal yang terlalu lama.

Diagnosis

Ditegakkan dengan menemukan kuman Vibrio cholerae dengan cara:

1. Penanaman pada agar empedu atau agar GGT (Gelatin-Telurit-Taurokolat) selama 18 jam. Akan tampak koloni berwarna jernih berkilat yang merupakan koloni Vibrio.

2. Reaksi aglutinasi dengan antiserum spesifik.

3. Pemeriksaan mikroskop fluoresen.

Walaupun cara menegakkan diagnosis sebagaimana tersebut di atas tampaknya tidak terlampau sukar, tetapi di daerah endemi atau pandemi sebaiknya diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis agar pengobatan dapat segera diberikan. Pengiriman tinja ke laboratorium pusat dapat dilakukan dengan mencampurkan tinja dengan larutan pepton alkali (pH 3,0). Dalam campuran ini Vibrio dapat hidup 6 jam atau lebih.

Pengobatan

Prinsip pengobatan ialah:

1. Memperbaiki dehidrasi dan gangguan elektrolit

2. Memperbaiki asidosis dan renjatan (bila terjadi renjatan)

3. Membunuh kuman dengan antibiotika

4. Pemberian makanan peroral yang adekuat segera setelah rehidrasi tercapai.

Di Bagian IImu Kesehatan Anak FK UI-RSCM Jakarta digunakan sistem ROSE (Ringer laktat-Oralit-Simultan-Edukasi), yaitu dcngan memberikan cairan Ringer laktat melalui intravena dan secara simultan (bersamaan) diberikan oralit (oleh perawat atau orang-tua penderita) dan edukasi terhadap orang tua.

Cairan Ringer laktat diberikan dengan kecepatan:

- 1 jam pertama: 10 tetes/kgbb/menit

- 7 jam berikut: 3 tetes/kgbb/menit

Bila terdapat renjatan, cairan diberikan dengan diguyur, selanjutnya pemberian cairan seperti disebutkan diatas.

- 4 jam kemudian hanya diberikan oralit saja, kemudian boleh pulang.

Diet penderita tidak dibatasi, tetapi sebaiknya mula-mula diberikan makanan lunak yang tidak merangsang. Pada hari ketiga penderita diminta datang kontrol di poliklinik. Antibiotik yang efektif terhadap Vibrio cholerae adalah tetrasiklin dan diberikan dengan dosis 50 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 4 dosis, selama 5 hari.

Prognosis

Dengan pengobatan yang adekuat, akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 0%.

3. Diare oleh karena Escherichia coli

Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif, mempunyai sifat merugikan dan membentuk gas pada glukosa dan laktosa. Toksin yang dibentuk oleh E. coli dapat menyebabkan diare baik pada binatang maupun manusia. Kemampuan melekat (adesi) bakteri pada usus halus merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan virulensi bakteri9).

Selain pembentukan toksin dan daya pelekatan bakteri pada permukaan epitel mukosa usus halus dengan perantaraan plasmid yang merupakan ciri khas E.coli, salah satu strain E.coli ini juga ada yang mampu melakukan invasi (menembus) ke dalam mukosa usus halus anak dan orang dewasa.

Pada saat ini dikenal 3 macam strain E.coli yang dianggap patogen untuk manusia yaitu Enteropathogenic E.coli (EPEC), Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan Enteroinvasive E.coli (EIEC)1).

Enteropathogenic E. coli (EPEC)

Ditemukan pada tahun 1945 dari penderita kolera anak. Bakteri ini mengeluarkan cairan yang berbau spesifik seperti semen sperma. Pada saat ini lebih dari 15 subtipe yang dikenal dapat menyebabkan diare yang biasanya berupa epidemi terutama pada bayi.

Penggolongan serotipe

Berdasarkan atas sifat antigen somatiknya (antigen 0), antigen kapsul (antigen K) dan antigen flagelnya (antigen H).

Di dalam usus halus bakteri ini membentuk koloni, tetapi tidak memproduksi toksin dan tidak mampu menembus dinding usus. Sekitar 2-3% bayi sehat mengandung EPEC, namun belum diketahui apakah bayi ini benar-benar kebal terhadap EPEC atau bakterinya yang tidak virulen karena tidak memproduksi toksin dan tidak mengandung plasmid atau adanya reaksi silang zat anti terhadap EPEC. Pandangan terakhir menganggap EPEC tetap patogen, meskipun virulensinya kurang.

Plasmid ialah suatu masa DNA yang merupakan kromosom ekstra dari bakteri dan mempunyai sifat kebal terhadap antibiotik, dapat memproduksi toksin dan mempunyai daya pelekatan. Plasmid dapat dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lain pada saat terjadi konjugasi.

Terdapat suatu jenis E.coli yang mengandung permukaan antigen yang dikenal dengan nama K88 yang dapat menyebabkan diare hebat karena mengandung Ent+ plasmid. Bakteri jenis ini akan cepat berkembang biak karena adanya gerakan peristaltik usus dan memproduksi toksin yang dapat melekat erat pada sel mukosa usus. Perlekatan ini terjadi karena adanya transmissible plasmid.

Bakteri yang tidak mempunyai transmissible plasmid akan menimbulkan diare yang lebih ringan.

Enterotoxigenic E.coli (ETEC)

Smith dan Gyles (1970) menemukan adanya golongan E.coli patogen pada babi yang mempunyai plasmid yang mudah dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lain. Plasmid ini dikenal sebagai Ent+ plasmid yang merupakan tanda dari kemampuan. membentuk berbagai macam enterotoksin. Pada manusia E.coli patogen jenis ini juga mempunyai plasmid atau Stable Toxin (ST) dan toksin yang tidak tahan panas yaitu Labile Toxin (LT).

Ada yang hanya membentuk salah satu dari toksin tersebut dan ada pula yang membentuk keduanya. LT bersifat seperti toksin Vibrio cholerae dapat merangsang enzim adenil siklase sel mukosa usus halus dan mempunyai sifat imunologik (antigenik) yang sama dengan koleragen (antigen Vibrio cholerae). E.coli patogen jenis ini kemudian dikenal dengna nama Enterotoxigenic E.coli (ETEC).

Patogenesis terjadinya diare oleh ETEC sama seperti yang terjadi pada kolera.

Enteroinvasive E.coli (EIEC)

Beberapa jenis E.coli diketahui dapat menyebabkan diare yang disertai darah. Strain ini dapat dibedakan dengan strain EPEC dan ETEC dan disebut Enteroinvasive E.coli (EIEC) karena strain dapat menembus sel mukosa usus besar (kolon), menimbulkan kerusakan jaringan mukosa, sehingga dapat ditemukan eritrosit dan leukosit dalam tinja penderita.

Patogenesis terjadinya diare oleh EIEC ini menyerupai diare yang disebabkan Shigella spp.

4. Diare oleh karena Shigella spp.

Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan beberapa keadaan seperti diare ringan tanpa demam, disentri hebat disertai demam, toksis, kejang terutama pada anak, tenesmus dan tinja berlendir dan berdarah12). Golongan Shigella yang sering menyerang manusia ialah S.dysenteri, S. flexnewri, S. boydii dan S. sonnei. Di daerah tropis yang tersering ditemukan ialah S. dysenteri dan S. flexneri, sedangkan S.sonnei lebih sering dijumpai di daerah sub-tropis atau daerah industri.

Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. ialah disebabkan kemampuannya mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus, berkembang biak di daerah invasi tersebut serta mengeluarkan eksotoksin yang selain merangsang terjadiya perubahan sistem enzim di dalam sel mukosa usus halus (adenil siklase) juga mempunyai sifat sitotoksik. Daerah yang sering diserang ialah ileum terminalis dan usus besar.

Akibat invasi bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel polimorfonuklier dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadilah tukak-tukak kecil di daerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah dan plasma protein ke luar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya ke luar bersama tinja1,12).

5. Diare akibat penyebab lain

Terdapat juga istilah diare fungsional, biasanya pada bayi disebut diare kronis tidak spesifik, pada kasus yang terjadi kemudian pada masa anak, bisa dipakai sebutan Toddler’s diarrhea2,5,9). Pada diare ini, tidak ditemukan adanya penyebab anatomi
s, infeksi radang, atau biokimia sindrom klinis. Diare biasanya mulai secara tersembunyi tanpa kejadian pencetus yang jelas. Anak-anak secara klasik akan bergantian mengeluarkan tinja normal dan cair dan biasanya bergantian antara konstipasi dan diare. Keadaan ini dikaitkan dengan gangguan fungsi motilitas lain pada awal masa anak-anak.

Gangguan atau variasi motilitas usus bisa menyebabkan meningkatnya masa transit makanan melalui usus sehingga melampaui kapasitas normal untuk mencerna dan mengabsorbsi larutan dalam lumen atau menyebabkan transit usus menjadi lambat sehingga menyebabkan stasis dan bakteri tumbuh berlebihan. Kenaikan aktivitas motorik usus bisa menyebabakan aktivitas pemacu gelombang lambat yang tidak normal (sindrom usus iritabel), gambaran abnormal aktivitas potensial menonjol (hipertiroidisme, skleroderma, pseudo obstruksi), dan distensi usus yang hebat2).

Selain itu, bahan-bahan farmakologi dapat memacu diare dengan bermacam-macam mekanisme, antara lain :

1. Adanya beban osmotik intraluminal yang berlebihan (laksansia osmotik, seperti laktulosa, garam magnesium, antasida yang mengadung magnesium).
2. Efek langsung toksin yang menyebabkan perubahan morfologis pada usus halus.
3. Gangguan motilitas usus (senna, kuinidin). Semua obat antibiotik biasanya dapat terkait dengan diare.

Prinsip penatalaksanaan diare kronis

Penatalaksanaan diare kronis harus dikerjakan bersama-sama dengan pemberian nutrisi yang cukup untuk memenuhi atau memelihara pertumbuhan normal. Malnutrisi kalori dan protein harus dihindari sebisa mungkin karena hal tersebut dapat menjadi variable pengganggu yang memperlambat atau menghambat pengembalian ke fungsi usus normal. Oleh karenanya orang tua memerlukan nasehat khusus mengenai lamanya penghentian makanan. Banyak orang tua terlalu keras membatasi makanan sehingga terjadi kekurangan kalori karena mereka beranggapan bahwa pemberian makanan akan memperberat diare2,13).

Apabila diberikan cairan pada pengelolaan diare, hati-hatilah dalam menentukan komposisi dan jumlahnya. Pada bayi kurang dari 2 tahun, kapasitas absorbsi mungkin sudah terlampaui oleh pemasukan yang lebih dari 200 mL/kg/24 jam.

Walaupun pengobatan spesifik intoleransi laktosa paling baik dimulai dengan diet ketat bebas laktosa, penyembuhan diare jelas mempertegas dasar hubungan untuk menilai derajat intoleransi laktosa. Pengobatan jangka panjang intoleransi laktosa harus mencakup pula pengenalan kembali makanan yang mengandung laktosa, tetapi beberapa makanan yang mengandung laktosa ditoleransi lebih baik daripada yang lain. Makanan tinggi lemak, yang memperlambat pengosongan lambung dan demikian pula memperlambat pula pengangkutan laktosa ke dalam usus halus, mungkin bisa ditoleransi oleh beberapa penderita intoleransi laktosa.

Pengobatan yang cepat penderita yang dicurigai mengalami pertumbuhan bakteri berlebihan di dalam usus halusnya hareus mengikuti pertimbangan cara bedah, medis, dan dukungan nutrisi. Pengobatan anti biotik biasa dimulai dengan anti biotik berspektrum luas (metronidazol, tetrasiklin, kloramfenikol, ampisilin) biasanya diberikan pemberian selama 2 minggu. Perbaikan diarenya harus diamati selama 1 minggu asalkan pembatasan diet lemak dan laktosa menjadi bagian dari skema pengelolaan sejak awal.

Kesimpulan

1. Diare kronis adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dengan konsistensi tinja lebih lembek atau cair dan berlangsung dalam waktu lebih dari 2 minggu.
2. Penyebab diare kronis sangat banyak, yaitu malbsorbsi dan infeksi khusus pada saluran pencernaan, pengaruh obat-obatan, dan beberapa keadaan yang menyebabkan kenaikan aktivitas motorik usus. Namun penyebab tersering pada bayi dan anak adalah malabsorpsi dan proses infeksi.
3. Penatalaksanaan diare kronis pada prinsipnya harus dikerjakan bersama-sama dengan pemberian nutrisi yang cukup untuk memenuhi atau memelihara pertumbuhan normal. Malnutrisi kalori dan protein harus dihindari sebisa mungkin karena hal tersebut dapat menjadi variable pengganggu yang memperlambat atau menghambat pengembalian ke fungsi usus normal.
4. Pembatasan makanan pada bayi dan anak dengan diare kronis merupakan anggapan yang salah dan akan mengakibatkan kekurangan kalori dan protein.

Daftar Pustaka

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1, Bagian Ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
2. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Volume 2, edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
3. William W. Hay, 2001, Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Edisi ke-15, McGraw-Hill Companies, United States of America.
4. Unit Penyakit Anak RSUP DR. Sarjito, 1991, Pedoman Tatalaksana Medik Anak DR Sarjito , Jogjakarta.
5. http://healthlink.mcw.edu/article/935164966.html
6. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/diarrhea.
7. http://www.fpnotebook.com/G116.htm
8. http://www.naspghan.org/sub/acute_and_chronic_diarrhea.htm
9. http://www.aboutibs.org/publications/chronic diarrhea.html
10. http://www.umm.edv/pediatric-info/diarrhea
11. http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m3225/is_n2_v531ai_18028319
12. http://ecurens.com/emyhealth/data/chronic_diarrhea.asp
13. http://ede.gov/ncidod/dpd/parasites/diarrhea/factsht_chronic_diarrhea_htm

Bronkopneumonia

Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau kedua paru.(1) Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.(2)

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.(3)

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.(4)

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.(2)
A. Definisi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.(2,5)
B. Etiologi

Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Bakteri-bakteri ini menginvasi paru melalui 2 jalur, yaitu dengan :

1. Inhalasi melalui jalur trakeobronkial.
2. Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.(6)

Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus bronkopneumonia adalah :

1. Bakteri gram positif

a. Pneumococcus

b. Staphylococcus aureus

c. Streptococcus hemolyticus

1. Bakteri gram negatif

a. Haemophilus influenzae

b. Klebsiella pneumoniae
C. Bakteri Gram Positif

1. Pneumococcus

Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan yang bertanggung jawab atas lebih dari 90% kasus bronkopneumonia pada masa kanak-kanak.(7) Pneumococcus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan oleh virus atau zat kimia pada saluran pernafasan.(8)

Angka kejadiannya meningkat atau paling sering terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi. Insidens tertinggi pada masa kanak-kanak usia 4 tahun pertama kehidupan. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyebarannya yang cenderung meningkat di dalam suatu populasi yang relatif tertutup (seperti taman kanak-kanak, rumah penitipan anak).(7)

? Patofisiologi

Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang berdekatan.(7)

Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu :

1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)

Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.

2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli.

3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)

Paru-paru tampak kelabu karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.

4) Resolusi (7 s/d 11 hari)

Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.(2,4,7)

Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk adalah bercak-bercak yang difus, mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.(2,4)

? Gambaran Klinis

Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang menurun

ASBESTOSIS

ASBESTOSIS

Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di therah industri dan tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik atau tambang yang udaranya terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis adalah yang bekerja di tambang, penggilingan, transportasi, pedagang, pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes.
Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto toraks menunjukkan gambaran asbestosis atau penebalan pleura. Gelaja utama adalah sesak napas yang pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum adalah sesak pada saat istirahat, batuk dan penurunan berat badan. Sesak napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes; 15 tahun sesudah awal penyakit biasanya terjadi kor pulmonal dan kematian. Penderita sering mengalami infeksi saluran napas; keganasan pada brunkus, gastrointestinal dan pleura sering menjadi penyebab kematian

PEMERIKSAAN FISIS
Pada stadium awal pemeriksaan fisis tidak banyak menunjukkan kelainan, akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis akibat distorsi paw yang luas karena flbrosis. Jan tabuh (clubbing) senng ditemukan pada asbestosis

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Perubahan pada foto toraks lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paw, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik yang patht, bayangan jantung sering menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut karena paw mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di daerah tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses lanjut terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau mesotelioma. Berbeda dengan penumokoniosis batubara dan silikosis yang penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan foto toraks

PEMERIKSAAN FAAL PARU
Pemeriksaan faal paru menunjukkan kelainan restriksi meskipun tidak ada gejala pada sebagian penderita terdapat kelainan obsiruksi. Kapasitas difusi dan komplians paru menurun, pada tahap lanjut terjadi hipoksemia

BIOPSI PARU
Biopsi paru mungkin perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis. Biopsi paru transbronkial hendaklah dilakukan untuk mendapakatan jaringan paru. Pemeriksaan bronkoskopi juga berguna menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya karsinoma bronkus yang terdapat bersamaan


PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN

Tidak ada pengobatan spesifik dan efektif pada penyakit paru yang disebabkan oleh debu industri. Penyakit biasanya memberikan gejala bila kelainan telah lanjuL Pada silikosis dan asbestosis bila diagnosis telah ditegakkan penyakit dapat terus
berlanjut menjadi fibrosis masif meskipun paparan dihilangkan. Bila faal paru telah menunjukkan kelainan obstruksi pada bronkitis industri, berarti kelainan telah menjadi
ireversibel
Pengobatan umumnya bersifat simptomatis, yaitu mengurangi gejala. Obat lain yang diberikan bersifat suportif
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling panting pada penatalaksanaan penyakit paru akibat debu industri. Berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi laju penyakit. Perlu diketahui apakah pada suatu industri atau tempat kerja ada zat-zat yang dapat menimbulkan kelainan pada paru. Kadar debu pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki teknik pengolahan bahan, misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu yang berterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi pekerja diharuskan memakai alat pelindung. Pemeriksaan faal paru dan radiologi sebelum seorang menjadi pekerja dan pemeriksaan secara berkala untuk deteksi dini kelainan yang timbul. Bila seseorang telah mendenita penyakit, memindahkan ke tempat yang tidak terpapar mungkin dapat mengurangi laju penyakit
Pekerja hendaklah berhenti merokok terutama bila bekerja pada tempat-tempat yang mempunyai risiko terjadi penyakit bronkitis idustri dan kanker paru, karena asap rokok thpat meninggikan risiko timbulnya penyakit
Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari tempat yang jelas thpat mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan pekerjaan yang mempunyai paparan garam platinum. Industri dan tempat kerja yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan serangan asma hendaklah tidak menenima pegawai yang atopik. Pekerja yang mendenita asma kerja hendaklah dihindari dan paparan zat di tempat kerja

BRONKHITIS

Bronchitis akut
Pada anak-anak, bronchitis akut biasanya terjadi berkaitan dengan infeksi virus pada saluran pernafasan. Gejala dari bronchitis akut biasanya meliputi batuk produktif dan nyeri retrosternal pada saat batuk atau menarik nafas dalam. Pada umumnya, bronchitis akut tidak menular, dengan sembuh total dalam 10-14 hari setelah onset gejala.

Bronchitis kronik
merupakan inflamasi berulang dan degenerasi bronkus yang bisa berhiubungan dengan infeksi aktif. Bronchitis kronik dapat merupakan proses dasar dari suatu penyakit, seperti asma, fibrosis kistik, sindrom diskinesia silia, aspirasi benda asing, atau paparan terhadap iritan jalan nafas. Pada orang dewasa, dikatakan bronchitis kronik apabila terdapat batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-turut.

Patofisiologi
Bronchitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membrane mukosa bronkus. Pada orang dewasa, bronchitis kronik terjadi akibat hipersekresi mucus dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah sel goblet dalam epitel saluran nafas. Pada sebagian besar pasien, hal ini disebabkan oleh paparan asap rokok. Pembersihan mukosiliar menjadi terhambat karena produksi mucus yang berlebihan dan kehilangan silia, menyebabkan batuk produktif.
Pada anak-anak, bronchitis kronik disebabkan oleh respon endogen, trauma akut saluran pernafasan, atau paparan allergen atau iritan secara terus-menerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon dengan bronkospasme dan batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksi mucus.
Apabila terjadi paparan secara kronik terhadap epithelium pernafasan, seperti aspirasi yang rekuren atau infeksi virus berulang, dapat menyebabkan terjadinya bronchitis kronik pada anak-anak. Bakteri pathogen yang paling banyak menyebabkan infeksi salurang respirasi bagian bawah pada anak-anak adalah Streptococcus pneumoniae. Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis dapat pathogen pada balita (umur <5 tahun), sedangkan Mycoplasma pneumoniae pada anak usia sekolah (umur >5-18 tahun).

Frekuensi
Bronchitis, baik akut maupun kronik, merupakan satu dari 5 penyebab untuk kunjungan anak ke dokter. Bonkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian bronchitis kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang diatas 45 tahun.


Penyebab
Bronchitis kronik dapat disebabkan oleh serangan bronchitis akut yang berulang, yang dapat melemahkan dan mengiritasi bronkus, dan pada akhirnya menyebabkan bronchitis kronik. Penyebab umum untuk bronchitis akut dan kronik pada anak adalah sebagai berikut.
• Infeksi virus ; adenovirus, influenza, parainfluenza, respiratory syncytial virus, rhinovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus.
• Infeksi bakteri : S pneumonia, M catarrhalis, H influenza, Chlamydia pneumoniae (Taiwan acute respiratory [TWAR] agent), Mycoplasma species.
• Polusi udara, seperti merokok.
• Alergi
• Aspirasi kronik atau refluks gastrointestinal
• Infeksi fungi

Diagnosis
Tes Laboratorium
- untuk pasien anak yang diopname, dilakukan tes C-reactive protein, kultur pernafasan, kultur darah, kultur sputum, dan tes serum agglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus.
- Untuk anak yang diopname dengan kemungkinan infeksi Chlamydia, mycoplasma, atau infeksi virus saluran pernafasan bawah, lakukan pemeriksaan sekresi nasofaringeal untuk membantu pemilihan antimikroba yang cocok. Serum IgM mungkin dapat membantu.
- Untuk anak yang telah diintubasi, ambil specimen dari secret pernafasan dalam untuk pewarnaan gram, tes antigen ahlamydia dan virus, dan kultur bakteri dan virus.
- respon terhadap pemberian kortikosteroid dosis tinggi setiap hari dapat dipertimbangkan diagnose dan terapi untuk konfirmasi asma.
- Tes keringat yang negative dengan menggunakan pilocarpine iontophoresis dapat mengeluarkan kemungkinan fibrosis kistik.
- Untuk anak yang diduga mengalami imunodefisiensi, pengukuran serum immunoglobulin total, subkelas IgG, dan produksi antibodi spesifik direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis.
Tes Pencitraan
• Dapat dijumpai temuan abnormal seperti atelektasis, hiperinflasi, dan penebalan peribronkial.
• Konsolidasi fokal biasanya tidak nampak.
Tes Lainnya
Tes fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi jalan nafas yang reversible dengan menggunakan bronkodilator.
Penatalaksanaan
Terapi Medikasi
Terapi ini bertujuan untuk memastikan agar anak mendapat oksigenasi yang cukup.
- bronkitis akut
Biasanya digunakan antipiretik dan analgesic. Antitusif dan ekspektoran biasa diberikan namun tidak membantu. Penggunaan bronkodilator, percobaan dengan inhalasi albuterol dapat melegakan gejala untuk beberapa pasien.
- bronchitis kronik
Penggunaan bronkodilator perlu dipertimbangkan,baik beta adrenergic agonist, seperti albuterol atau metaproterenol, atau teofilin bisa efektif. Agen beta adrenergic lebih kurang toksisitasnya, lebih cepat bekerja daripada teofilin. Inhalasi kortikosteroid bisa efektif.
o Obat analgesic dan anti piretik ; digunakan untuk mengontrol demam, myalgia, dan arthralgia.
Acetaminophen ; pilihan obat untuk rasa nyeri untuk pasien yang tidak bisa menggunakan aspirin atau NSAIDs.
Ibuprofen ; pilihan obat untuk rasa nyeri ringan hingga sedang jika tidak ada kontraindikasi. Menghambat reaksi inflamasi dan rasa nyeri, kemungkinan dengan menurunkan aktivitas siklooksigenase yang menghambat sintesis prostaglandin.
a. Kortikosteroid sistemik ; obat ini digunakan untuk jangka pendek (3-10 hari) untuk mengontrol episode asma akut yang tidak terkontrol dengan baik.
b. Bronkodilator ; dapat menurunkan gejala bronchitis. Contoh : albuterol sulfat.
c. Antivirus ; vaksinasi influenza untuk melindungi tubuh dari influenza A dan B, karena itu memberikan proteksi yang lebih untuk bronchitis.

Diet
Meningkatkan pemberian makanan secara oral pada pasien dengan demam.

Aktivitas
Minta pasien untuk beristirahat hingga demamnya turun

Terapi lanjutan
a. Jika terapi antiinflamasi sudah dimulai, lanjutkan terapi hingga gejala menghilang paling kurang 1 minggu. Bronkodilator bisa diberikan jika diperlukan.
b. Penatalaksanaan akut dapat dihentikan apabila gejala sudah menghilang, temuan normal pada pemeriksaan fisik, dan fungsi paru normal.
c. Pasien yang didiagnosis dengan asma dapat diberikan terapi “controller”, yaitu inhalasi terapi kortikosteroid, antihistamin, dan inhibitor leukotrin setiap hari.
d. Pasien dengan hipogammaglobulinemia memerlukan terapi pengganti.

Komplikasi
- Bronkiektasis
- Bronkopneumonia
- Gagal nafas akut

Prognosis
a. Bronchitis akut biasanya sembuh total, dengan prognosis yang bagus.
b. Pasien dengan bronchitis kronik dan didiagnosis asma, penyakit struktur saluran nafas, atau imunodefisiensi perlu pengawasan secara teratur untuk meminimalkan kerusakan paru dan perkembangan menjadi penyakit paru kronik yang ireversibel.

PNEUMONIA

Epidemiologi
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Insidens puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus aureus, tetapi di Negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak di bawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang.

Patofisiologi
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik , benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas.

Diagnosis
Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain
a. batuk,
b. demam tinggi terus menerus,
c. sesak,
d. kebiruan disekitar mulut,
e. menggigil (pada anak),
f. kejang (pada bayi), dan
g. nyeri dada
h. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.

Pemeriksaan fisis
Tanda yang mungkin ada adalah
a. suhu 390 C,
b. dispnea : inspiratory effort ditandai dengan takipnea,
c. retraksi (chest indrawing),
d. nafas cuping hidung, dan
e. sianosis.
f. Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup.
g. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena.

Pemeriksaan penunjang
• Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
• Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.
• Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
• Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
a. Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
b. Penebalan pleura pada pleuritis
c. Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel

Penatalaksanaan
1. Indikasi MRS :
a. Ada kesukaran nafas, toksis
b. Sianosis
c. Umur kurang 6 bulan
d. Ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, empiema
e. Diduga infeksi oleh Stafilokokus
f. Imunokompromais
g. Perawatan di rumah kurang baik
h. Tidak respon dengan pemberian antibiotika oral
2. Pemberian oksigenasi : dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
3. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
4. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang nasogastrik.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
6. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
7. Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan penyebab Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab :
• Stafilokokus : perlu 6 minggu parenteral
• Haemophylus influenzae/Streptokokus pneumonia : cukup 10-14 hari
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3.
Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
• Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
• Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
• Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena jamur
• Imunoglobulin

Komplikasi
• Pleuritis
• Efusi pleura/ empiema
• Pneumotoraks
• Piopneumotoraks
• Abses paru
• Gagal nafas

Pencegahan
a. Pemberian imunisasi
b. menghindari factor paparan asap rokok dan polusi udara,
c. membatasi penularan terutama di rumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker,
d. isolasi penderita,
e. menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum,
f. pemberian ASI,
g. menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA.

Nenek 88 Tahun Bangkit Lagi Dari Peti Mati !

Seorang perempuan , Maria das Dores da Conceica berusia 88 tahun yang meninggal dua hari setelah sebuah insiden tiba-tiba bangkit dari peti mati. Padahal, polisi saat itu sedang mencari tahu penyebab kematian perempuan yang tinggal di Minas Gerais, Brasil.



Dilansir harian O Globo, mengutip rilis dari Wali Kota Ipatinga mengatakan dokter mengira bahwa Maria das Dores da Conceicao meninggal Rabu pekan lalu.


Ia kemudian dibawa ke ruang gawat darurat di rumah sakit yang sama bersama dengan peti mati, Jumat pekan lalu, setelah para pekerja di pekuburan mendengar ia bersuara dari dalam peti mayat. Salah satu cucunya bernama Noeme Silva Amancio mengatakan dirinya melihat sang nenek sehat setelah ia hidup kembali dari rumah sakit.


Pihak wali kota mengatakan polisi akan melakukan penyelidikan mengapa da Conceicao dinyatakan meninggal dan surat kematiannya ditandatangani.


Untuk org, berarti bukan hewan.

Tenang nama mu selalu da di qalbu q kok, hehehe
ni sbgy bukti balas budi q bwt moe cz kau tlh mengenalkan ane arti misteriuz tntg Mr. C

Ciri-ciri Cewek Yang Belum Pernah Pacaran !

Ada beberapa faktor lain yang bisa menyebabkan si Cewek ini belom pernah pacaran. Penasaran? simak pembahasannya berikut ini...


Terkadang ada faktor larangan dari agama, ajaran keluarga, atau emang sifat/karakter dia aja yang ga bisa diterima oleh kaum Cowok.


Nah, berikut ini adalah ciri-ciri Cewek yang tidak pernah pacaran:


1. Tidak mengikuti fashion (modis)

Cewek yang belom pernah pacaran bakalan lebih cuek sama penampilannya dia; ga peduli ama pandangan para Cowok. Mungkin pakaiannya udah ga trendy lagi, tapi tetep cuek aja make baju yang dia suka. Tas dan pernak pernik pun juga ga sampe menyolok ato ngikutin fashion. Selain itu, kemungkinan besar, Cewek yang tidak pernah pacaran bakalan lebih jarang berdandan.



2. Kurang tau sopan santun di hadapan Cowok

Contohnya waktu di saat si Cewek sedang makan, porsi makannya jauh lebih banyak daripada Cowok-Cowok. Diapun tidak malu-malu makan sebanyak itu, karna emang tidak pernah merasa ada kebutuhan untuk mencari Cowok. Kalo dia emang tertarik dan ingin pacaran, pasti dia akan lebih menjaga image dia di depan kaum Cowok. Sebenernya, ada bagusnya untuk engga jadi "muka dua" di depan Cowok, tapi terkadang sifat seperti ini bisa membuat para Cowok kabur dan ilang feeling.


3. Kurang banyak teman dan kurang sosialisasi

Memang ga semua Cewek yang ga pernah pacaran itu berarti ga punya banyak temen ato kurang sosialisasi. Cuman, memang siapapun yang kurang gaul, kurang banyak teman, dan kurang bersosialisasi itu mengurangi kemungkinannya untuk mengenal orang lebih banyak. Ciri-ciri ini berlaku untuk Cewek maupun Cowok.


4. Ga sadar kapan harus bersikap romantik dan tidak di depan Cowok

Karna si Cewek belom pernah pacaran, dia bakalan susah untuk membedakan hubungan lebih dari teman dan hubungan sebatas teman saja. Mungkin aja Cowok ada banyak yang suka ama si Cewek ini, tapi si Cewek ga pernah tau gimana rasanya di PDKT-in sampe bener2 si Cowok ngomong suka sama dia. Nah, apalagi kalo nih Cewek belom pernah pacaran, pasti dia ga tau harus bertindak romantis dan kapan harus bertidak romantis di depan Cowok yang bener2 dia suka.


5. Kurang percaya diri

Inipun salah satu ciri-ciri penyebab mengapa kamu-kamu yang tidak pernah pacaran sampe sekarang masih belom pacaran juga! Hm, percaya diri itu perlu, tapi jangan berlebihan. Percaya diri itupun bisa ditingkatkan, jangan selalu merasa diri kamu kurang segalanya. Terima kamu apa adanya, dan bersyukurlah.